Muhammadiyah
Organisasi ini dikenal sebagai
salah satu organisasi Islam terbesar di
Indonesia. Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 di Kampung Kauman, Yogyakarta ini memiliki
tujuan dasar mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses
dakwah.
Dalam pembentukannya,
Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Qur'an,
diantaranya surat Ali Imran ayat 104, yang berarti : Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Tokoh-tokoh Muhammadiyah berpendapat bahwa ayat tersebut
mengandung isyarat supaya umat menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi.
Organisasi ini banyak mendirikan rumah sakit, panti
asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
Selain itu, Muhammadiyah juga
memiliki beberapa organisasi otonom, yaitu:
·
Aisyiyah (organisasi wanita)
·
Pemuda
Muhammadiyah (organisasi pemuda)
·
Nasyiatul
Aisyiyah (organisasi pemudi)
·
Ikatan
Pelajar Muhammadiyah (organisasi pelajar dan remaja)
·
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (organisasi mahasiswa)
·
Hizbul
Wathan (organisasi kepanduan)
·
Tapak Suci
(perguruan silat)
Bicara Indische Partij (IP) berarti bicara tentang partai politik pertama di Indonesia. Berdiri tanggal 25 Desember 1912, IP didirikan oleh Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara, yang sering disebut sebagai tiga serangkai. Awalnya IP dimaksudkan untuk mengganti Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia.
Pengaruh besar IP bahkan diakui secara tidak langsung oleh pemerintah kolonial Belanda, dimana mereka menolak memberikan status badan hukum bagi IP. Ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah kolonial Belanda merasakan kemampuan IP untuk dapat membangkitkan nasionalisme rakyat dan membentuk kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
Di masa itu, Indische Partij adalah satu-satunya organisasi pergerakan yang terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan dari dibentuknya Indische Partij sendiri adalah untuk membangunkan patriotisme rakyat terhadap tanah air, di samping juga menghancurkan sistem politik rasial yang digunakan pemerintah kolonial Belanda.
Dalam upayanya mencapai tujuan tersebut, IP dia antaranya menggunakan majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar De Expres yang dipimpin Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Tahun 1913 adalah tahun yang sakral bagi catatan sejarah mengenai IP. Pada tahun itu, Belanda tepat 100 merdeka dari Perancis. Untuk memperingatinya, perayaan disiapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ini terasa amat ironis, mengingat mereka merayakannya di depan orang-orang yang mereka jajah, dan jelas-jelas mendambakan kemerdekaan. Tak pelak, Suwardi Suryaningrat pun menulis artikel bernada sarkastis dengan judul Als ik een Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda). Suwardi Suryaningrat pun ditangkap. Menyusul setelahnya, artikel serupa dari Tjipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Expres tanggal 26 Juli1913 yang berjudul Kracht of Vrees? Tjipto Mangunkusumo pun ditangkap. Tak lama, Douwes Dekker mengkritik pula dalam tulisan berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan Kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat) di De Express tanggal 5 Agustus 1913. Sama seperti kedua rekannya, Douwes Dekker pun ditangkap pula.
Ketiganya lalu diasingkan ke Belanda. Setelahnya, Douwes Dekker dibuang ke Kupang, NTT. Dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda. Tahun 1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919.
Penangkapan ketiga tokoh sentral IP ini jelas berpengaruh pada kinerja IP setelahnya. Pada tahun 1913 partai ini dilarang beroperasi dan dibubarkan. Sebagian besar anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi Poetera.
Di kemudian hari, Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dan lalu lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara. Beliaulah yang mendirikan perguruan Taman Siswa. Kemudian, Douwes Dekker mengikuti langkah rekannya ini dengan mendirikan yayasan pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
Didirikan pada tahun
1914 oleh seorang tokoh sosialis Belanda bernama Henk Sneevliet, pada mulanya PKI
dinamakan Indische
Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) atau Persatuan Sosial
Demokrat Hindia Belanda. PKI ini sangat bercorak radikal dan anti kapitalis. Di
awal perjalanannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia. Hal itu cukuplah
terlihat dari hanya tiga orang saja dari 100 anggota (saat itu) yang merupakan pribumi
Indonesia. Dengan Sneevliet sebagai pemimpin, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti Indonesia. Tak lama, kalangan tentara-tentara dan pelaut Belanda ikut serta di dalamnya, mereka ini kemudian ditempatkan di Hindia Belanda. Pengawal Merah pun dibentuk, dan berselang tiga bulan saja, 3.000 orang terkumpul. Pasukan inilah yang kemudian memberontak di Surabaya pada tahun 1917. Ini kemudian menyebabkan jatuhnya hukuman penjara hingga 40 tahun kepada para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda.
Setelahnya, ISDV tidak berhenti, namun terus melakukan kegiatannya, meski di bawah tanah.Karena banyak kader Belanda yang dihukum keanggotaan pun beralih dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia.
Mulanya PKI adalah gerakan susupan di dalam Sarekat Islam. Ketika perselisihan antar anggota semakin parah, Sarekat Islam melaksanakan disiplin partai, dengan melarang anggotanya berkeanggotaan ganda. Tentunya, para anggota beraliran komunis kesal dan keluar dari partai. Orang-orang tersebut membentuk partai baru yang disebut ISDV. Nama itu kemudian berganti menjadi Perserikatan Komunis Hindia saat Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920)deigelar. Saat itu pula, Semaoen diangkat sebagai ketua partai.
Perlu diketahui bahwa PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Hal ini ditegaskan dengan kehadiran Sneevliet pada kongres kedua Komunis Internasional pada 1920 sebagai wakil dari PKH. Lalu kapankah partai ini disebut PKI? Baru pada tahun 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tercatat pemberontakan yang dilakukan PKI tidak hanya sekali. Dua yang terbesar adalah :
·
November 1926, ketika PKI memimpin
pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat dan mengumumkan
pembentukan sebuah republik. Pemberontakan ini dapat
dituntaskan pemerintah kolonial, meski dengan cara yang bisa dibilang
‘beringas’. Karena pemberontakan ini pula, sejak tahun 1927 PKI dinyatakan terlarang
oleh pemerintahan Belanda serta banyak pemimpin PKI yang diasingkan di Boven
Digul, Papua.
·
Peristiwa
Madiun 1948, tepatnya pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948, setelah pihak Republik Indonesia dan pendudukan Belanda menyelesaikan Perundingan
Renvilleyang hasilnya dianggap menguntungkan posisi Belanda dan merugikan
Indonesia, karena sempitnya wilayah yang dimiliki. Kabinet Amir
Syarifuddin dianggap merugikan bangsa, maka kabinet ini dijatuhkan pada 23 Januari 1948, dan digantikan kabinet Hatta. Amir Syarifuddin
tidak tinggal diam,
ia membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR)
pada 28 Juni 1948 sebagai oposisi
terhadap pemerintahan kabinet Hatta. FDR bergabung dengan
Partai Komunis Indonesia (PKI) merencanakan suatu perebutan kekuasaan.
Melihat kesempatan ini, Muso, seorang tokoh komunis di Moskow, menggabungkan diri dengan
Amir Syarifuddin untuk menentang pemerintah, hingga berhasil mengambil alih
pimpinan PKI. Aksi teror, mengadu domba kesatuan-kesatuan TNI dan menjelek-jelekan
kepemimpinan Soekarno-Hatta meningkat. Puncaknya terjadi pada 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur. Di sini beberapa
pejabat, perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat dibunuh dengan kejam. Meski sedang repot melawan
Belanda, untungnya pemerintah RI mampu bertindak cepat. Pada 30 September 1948, Madiun dapat
diduduki kembali oleh TNI dan polisi. Muso berhasil ditembak
mati, Amir Syarifuddin dan tokoh lainnya ditangkap serta dijatuhi hukuman mati.
Partai Nasional Indonesia
Partai ini didirikan pada tahun 1927 di Bandung, oleh
tokoh-tokoh nasional di antaranya, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq
Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. Pelajar dari Algemeene Studie Club yang
berketuakan Ir. Soekarno ikut berganung pula dalam PNI ini.
Dengan segala upaya ke dalam maupun ke luar
organisasi yang sedemikian aktif, Belanda merasa PNI cukup berbahaya, hingga
dikeluarkanlah surat penangkapan pada tanggal 24 Desember 1929. Penangkapan
terhadap tokoh PNI di Yogyakrta itu sendiri dilakukan pada 29 Desember 1929. Tindak lanjut dari
penangkapan ini adalah pengadilan setahun setelahnya, yang menghasilkan putusan
untuk memenjarakan para tokoh di penjara Sukamiskin, Bandung.
PNI yang sebelumnya dipimpin Soekarno pun
digantikan Mr. Sartono, yang kemudian membubarkan PNI dan membentuk partai lain
yaitu Partindo. Di pihak lain, Moh. Hatta membentuk PNI Baru, setelah
sebelumnya tidak setuju dengan pembubaran PNI.
Setelah
dapat aktif kembali dalam PNI, para tokoh tidakah dapat menjalankan aktifitas
perjuangan dengan mudah. Penangkapan yang dilakukan berulang kali tidak kemudian
menghentikan langkah mereka. Bahkan, PNI ini adalah salah satu partai yang
dapat terus bertahan hingga kemerdekaan diproklamirkan. PNI juga partai yang
memenangkan Pemilu 1955. Belakangan pada tahun 2002, PNI
berubah nama menjadi PNI Marhaenisme dan diketuai oleh Sukmawati Soekarno, anak
dari Soekarno.
(diolah dari wikipedia.com)
No comments:
Post a Comment